Menjelajah di Fenomena "Kids Zaman Now"
Kids jaman now yang merupakan sebuah pelitiran bahasa dari "anak-anak
jaman sekarang" memang sedang hangat diperbincangkan saat ini. Perlu
ditekankan bahwa sebenarnya pun penulisan "anak-anak jaman sekarang"
masih tidak sesuai dengan kaidah bahasa indonesia, karena penulisan
"jaman" seharusnya bertuliskan "zaman". Jaman adalah bentuk tidak
bakunya, dan mungkin penggunaan kata tersebut dianggap lebih enteng diterima anak-anak.
Makna
dari tiga suku kata tersebut sederhananya seperti ini, kalau anak-anak
tidak melakukan hal tersebut bisa dikatakan anak-anak itu ketinggalan
zaman. Hal tersebut yang dimaksudkan bisa apa pun. Entah makan disuatu
cafe yang sedang hitz, menggunakan hape yang bermerek, drama dalam pertemanan, menyanyikan lagu yang sedang tenar, pacaran dan kejombloan, koreo dance yang keren atau joget yang lucu, pakaian, membuat atau menyebarkan meme ,berpergian dan lain-lain.
Tidak
repot-repot menebak fenomena ini, tidak lama lagi Kids Jaman Now juga
akan menghilang dengan sendirinya, mungkin lebih tepatnya sudah tidak
zaman lagi. Sebuah kelucuan memang Kids Jaman Now yang sudah tidak zaman
lagi, tapi ini lah yang terjadi, fenomena demi fenomena datang silih
berganti. Contoh beberapa bulan lalu juga ada fenomena Eta Terangkanlah.
Merupakan parodi dari sebuah lagu Terangkanlah milik Opick dengan
sentuhan musik yang berbeda dan diisi dengan cuplikan goyangan yang
menghibur.
Tidak Akan Ada Asap Kalau Tidak Ada Api
Ada
satu hal cukup mendasar yang bisa dipetik dari fenomena Kids Jaman Now.
Yaitu sebab-akibat, ya, ini seperti konsep dalam pembelajaran bahasa
indonesia saat kita bersekolah dulu. Jika kita sterilkan Kids Jaman Now
tanpa ada isi apa pun didalamnya dan hanya sebuah kalimat saja, apakah
yang terjadi? Tentu tidak terjadi apa-apa. Tetapi apabila dimasukkan
pacaran, hedonisme, kekinian, tentu itu menjadi suatu hal yang besar.
Inilah
yang saya maksudkan, bahwa Kids Jaman Now ini sebenarnya membawa
fenomena yang sudah ada sebelumnya, dan dengan munculnya Kids Jaman Now
justru semakin menambah fenomena-fenomena itu menjadi booming. Jika
permisalan itu masih rumit, saya akan beri contoh seperti ini. Pacaran
itu sudah ada sejak lama, dan pacaran dilakukan oleh para remaja yang
beranjak dewasa. Namun karena Kids Jaman Now tren pacaran itu semakin
booming dan karena gadget yang dipegang anak-anak pula, anak-anak
akhirnya beranggapan itu hal yang keren. Jadilah anak-anak setingkat
Sekolah Dasar sudah memiliki drama percintaan yang dramatis. Kembali
lagi ke konsep Kids Jaman Now, artinya tidak pacaran berarti ketinggalan
zaman. Begitu juga dengan perilaku Hedonisme dan kekinian serta
perilaku lainnya.
Harus kah Kids Jaman Now disosialisasikan
berbahaya dan diblokir sebagai tindak pembawa pengaruh buruk? Tentu
tidak, pun Kids Jaman Now akan memudar sendiri nantinya. Kids Jaman Now
tidak mengajarkan hal buruk, tetapi fenomena didalamnya lah yang
memperburuk citra Kids Jaman Now tersebut. Kids Jaman Now bisa saja
berisi tentang tren mendapatkan beasiswa, tren memenangkan kejuaraan
akademik, tren prestasi olahraga, dan lain-lain. Sehingga fenomenanya
lah yang perlu dipositifkan agar kesan Kids Jaman Now bukan seolah lucu
tapi menjerumuskan secara perlahan.
Kids Jaman Now dan Tayangan Televisi
Kids
Jaman Now dan Sinetron, keduanya berkaitan, sinetron sebagai penumbuh
fenomena atau tren dan Kids Jaman Now sebagai penyalurnya. Tidakkah kita
sadari bahwa tren glamour, tren pacaran, itu berasal dari sinetron.
Sinetron memperlihatkan tayangan-tayangan yang percintaan, anak-anak
sekolah membawa kendaraan super mewah, berpergian kesana-kemari. Dan itu
akhirnya menjadi realitas penontonnya, yakni anak-anak.
Akhirnya
anak-anak ikutan memiliki kisah percintaan, mengemis kepada orang
tuanya agar dibelikan kendaraan yang diinginkan, makan ditempat mewah
dan lain lain. Disisi lain juga merupakan kesalahan orang tua lengah
membiarkan anaknya menonton sinetron yang bahkan mereka sendiri belum
tentu tahu artinya.
Tidak kah kita sadari pula anak-anak kini
penuh dengan kosa-kata dan celetukan yang tidak baik. Sumber fenomena
lain adalah tayangan komedi. Mengapa demikian? Karena menurut saya
tanyangan komedi sekarang tidak sebaik dahulu. Sebut saja ada sebuah
acara lawak yang banyak dikritik orang, disalah stasiun televisi yang
saya tidak sebutkan namanya.
Disuatu kesempatan seminar yang
saya datangi, Yuliandre Darwis (ketua KPI) sebagai pembicara kala itu,
ia mengatakan acara itu tidak melanggar aturan penyiaran indonesia. Ia
juga menambahkan bahwa jelas penyangan nya tersebut juga telah berlabel
R-BO (Remaja-Bimbingan Orang tua) selain itu ia juga memberi
penjelasan-penjelasan lainnya mengapa acara tersebut diperbolehkan
tayang.
Seperti dicuci otak saya kala itu, adakalanya benar yang
disampaikan ketua KPI tersebut. Namun seketika saya ingat dengan
pendapat Haji Bolot sebagai pelawak senior indonesia. Ia mengatakan
bahwa acara-acara lawak sekarang itu bukanlah melawak, melainkan
bercanda. Dan saya sangat setuju dengan apa yang dikatakan beliau,
bukankah seperti itu yang diperlihatkan acara lawak saat ini. Sehingga
tidak perlu heran mengapa candaan anak-anak kini kadang tidak berbobot.
Social Media
Berbicara
fenomena Kids Jaman Now, media sosial lah sebagai inangnya. Instagram
terutamanya sebagai social media yang paling mendominasi dari social
media lain. Postingan atau unggahan siapa pun bisa dilihat (terkecuali
akun yang dikunci). Terlebih bahkan menjadi mudah apabila menggunakan
tagar Kids Jaman Now dikolom pencarian dan seketika kita dapat
mengetahui apa yang sedang tren saat ini.
Sisi buruknya apabila
tagar dan unggahan Kids Jaman Now diisi dengan hal-hal yang tidak
bermakna dan positif. Tidak menutup kemungkinan tren negatif juga
berkembang dikalangan anak-anak. Seperti contoh, unggahan dengan tagar
Kids Jaman Now dan gambar atau video diunggahan tersebut berupa
seseorang yang sedang makan ditempat mewah, atau menggunakan pakaian
yang tak pantas, atau membuat parodi tidak berbobot, atau kebut-kebutan
saat berkendara.
Realita
Sebenarnya
secara kasar Kids Jaman Now tidak akan berpengaruh apabila kita memiliki
ketidak pedulian. Sebuah realita bisa diterima apabila hadir sebuah
empati didalamnya. Maksudnya adalah Kids Jaman Now seperti tren
hedonisme tidak perlu dicontoh tohkita masih hidup juga kalau tidak hedonisme. Anak-anak tidak perlu mengikuti tren pacaran, toh
jika tidak pacaran pun mereka tetap aman-aman saja, bahkan masa
kecilnya terselamatkan bahagia bermain bersama teman dan giat belajar
tanpa memikirkan kisah percintaan.
Pengawasan
Dari
pengaruh baik dan buruknya fenomena Kids Jaman Now ini tetap saja harus
mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak, terlebih orang tua.
Orang tua sebagai institusi yang paling kecil dan paling dekat dengan
kita harus menjadi pengawas bagi pengaruh fenomena-fenomena sejenis yang
akan datang.
Orang tua memberikan bimbingan mana baik yang
patut dicontoh dan mana yang buruk harus dihindari adalah langkah awal
yang perlu dilakukan. Sementara itu lembaga pemerhati anak dan
semacamnya juga bisa turut berperan memberikan wejangan terkait
fenomena-fenomena yang sedang naik daun. Seperti yang dilakukan Kak Seto
sebagai Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak ia menyampaikan
wejangan tentang Kids Jaman Now bahwa fenomena seperti ini harus diisi
dengan hal positif.
Disisi lain fenomena-fenomena seperti ini
tidak juga harus dibatasi penuh. Tetapi apabila bisa dimanfaatkan untuk
hal yang positif seperti yang saya katakan diawal, maka tidak salah
dilakukan. Karena anak-anak pun dan bahkan semua orang butuh aktualisasi
diri dan hiburan bukan? Tetapi alangkah baiknya jika aktualisasi diri
dan hiburan yang dibuat adalah yang berbobot, mendidik dan tidak
berpengaruh buruk.
Penulis : Irfan
sumber : https://www.kompasiana.com/beritanendank/5a0e1394fcf681184e0192c2/menjelajah-di-fenomena-kids-jaman-now
Tidak ada komentar:
Posting Komentar